13 Fakta Menarik Tentang Yamanote Line, Detak Jantung Tokyo

Yamanote Line adalah jantung jaringan tranportasi raksasa di Tokyo yang sudah tidak asing lagi bagi wisatawan karena melewati sebagian besar kawasan bisnis dan hiburan. Yamanote Line juga dianggap sebagai garis pemisah antara daerah pusat Kota Tokyo dan pinggiran kota. Ada banyak bisnis yang membuka usaha di jalur atau di dekatnya karena Yamanote Line memiliki aksesibilitas yang sangat baik. Berikut kami hadirkan 13 fakta menarik untuk membantu Anda lebih memahami jalur ini!

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

This post may contain affiliate links. If you buy through them, we may earn a commission at no additional cost to you.

1. Jalur Melingkar dengan 30 Stasiun

Membentang sepanjang 35,9 km, Yamanote Line melewati rute melingkar dengan waktu rata-rata 64 menit dan berhenti di 30 stasiun.

Namun, karena jalurnya melingkar, Anda tidak bisa pergi ke dua arah berdasarkan tujuan. Biasanya, orang menyebut arah jarum jam sebagai sotomawari (外回り; "lingkaran luar"), sedangkan arah yang berlawanan dengan jarum jam disebut uchimawari (内回り; "lingkaran dalam").

Yamanote Line dioperasikan oleh JR East (East Japan Railway). Artinya, Anda dapat menggunakan JR Pass dan Tokyo Wide Pass sebagai tiket kereta, tetapi tidak dengan Tokyo Metro Pass.

Anda akan sering naik kereta di jalur ini karena melintasi distrik-distrik utama di Tokyo, seperti Ueno, Akihabara, Shibuya, Harajuku, Shinjuku, dan Stasiun Tokyo (pusat kota). Di bagian utara, Yamanote Line melewati lingkungan pemukiman yang lebih tenang dan stasiun-stasiun kecil. Di antara Stasiun Komagome dan Tabata, Anda bahkan dapat menemukan beberapa perlintasan - jalan yang hanya bisa dilewati ketika tidak ada kereta yang lewat. Mengingat betapa sibuknya Yamanote Line, Anda mungkin harus menunggu cukup lama untuk melewatinya!

2. Apa yang Dimaksud dengan "Yamanote"?

Anda mungkin pernah mendengar istilah "shitamachi", yang secara harafiah berarti "kota bawah". Istilah tersebut merujuk pada daerah sibuk di timur Tokyo, tempat banyak orang tinggal dan berdagang. Destinasi wisata populer Asakusa, misalnya, kawasan ini menghadirkan suasana shitamachi, sama halnya dengan Nihonbashi dan Ningyocho. Kebalikan dari shitamachi adalah "yamanote" ("arah perbukitan"), yang mengacu pada lingkungan elite di sebelah barat Istana Kekaisaran, tempat para samurai dan orang-orang intelek tinggal.

Awalnya, Yamanote Line dibangun pada tahun 1885 sebagai jalur pengiriman barang yang menghubungkan destinasi-destinasi di utara Tokyo dengan pelabuhan di Yokohama di selatan. Jalur ini sengaja dibuat melewati sisi barat Yamanote yang jarang penduduknya karena lebih mudah dibangun di sana.

Akan tetapi, sejak saat itu, sisi barat kota telah meninggalkan perannya sebagai area pemukiman dan menjadi hotspot komersial dan wisata seperti sekarang ini (khususnya Shibuya dan Shinjuku). Dengan demikian, perbedaan antara Shitamachi dan Yamanote yang sebelumnya ada semakin pudar setelah beberapa dekade mengalami perkembangan komersial modern.

3. Tidak Selalu Disebut Yamanote Line

Bagi yang bisa membaca kanji, Anda tentu tahu bahwa kata Yamanote terdiri dari 山 ("yama" / pegunungan) dan 手 ("te" / tangan, tetapi dalam hal ini merujuk pada arah). Lalu, bukankah itu seharusnya dibaca "Yamate Line"? Tidak juga. Berabad-abad yang lalu, penggunaan kanji hanya mewakili gagasan utama dari sebuah kata dan mengabaikan penghubung ("no").

Yamanote Line di Tokyo sebenarnya pernah disebut Yamate Line selama beberapa waktu. Itu karena pada masa pascaperang, namanya ditulis dengan huruf romaji, "Yamate,  dan nama tersebut berangsur-angsur melekat di ingatan masyarakat Jepang. Namun, untuk menghindari kebingungan dengan Stasiun Yamate di dekat Yokohama, JNR (Japan National Railways) berupaya mengubah namanya pada tahun 1970-an.

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

4. Jalurnya Juga Tidak Selalu Melingkar!

Yamanote Line dulunya adalah garis lurus yang memanjang ke barat pusat kota. Perlu waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya jalur ini dihubungkan dengan jalur lain di sisi timur untuk membentuk lingkaran.

Bahkan, setelah terhubung pun, masih ada celah antara Ueno dan Kanda yang tidak terisi sampai tahun 1925, sekitar 40 tahun sejak pembangunan Yamanote Line. Sampai pada titik itu, jalurnya berbentuk angka enam. Kereta berjalan sedikit melingkar dari Ueno ke Kanda, lalu berbelok ke barat dan menyatu dengan Chuo Line. Dengan kata lain, kereta berhenti di Shinjuku dua kali!

Dari situ, jelas sekali bahwa Tokyo tidak dibangun dalam sehari, atau bahkan hanya dalam satu dekade.

Klook.com

5. Keihin-Tohoku, Ueno-Tokyo, Shonan-Shinjuku... Apa Semua Nama Ini?

Yamanote Line memainkan peran yang begitu penting, bahkan sangat penting hingga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan daerah sekitarnya. Jumlah pengguna jalurnya pun tidak ada bandingannya. Oleh karena itu, JR secara berkala menambah jalur untuk mengurangi kepadatan.

Di sebelah timur terdapat enam jalur, tidak termasuk Shinkansen: dua untuk Yamanote Line, dua untuk Keihin-Tohoku Line (jalur lokal yang membentang ke Saitama di utara dan Yokohama di selatan), dan dua untuk Ueno-Tokyo Line (jalur ekspres yang menghubungkan tiga commuter line ke utara dan satu commuter line ke selatan). Di selatan Stasiun Tokyo, ada dua jalur ekspres tambahan lagi di bawah tanah.

Di sisi barat terdapat empat jalur: dua untuk Yamanote Line dan dua jalur digunakan bersama dengan Shonan-Shinjuku Line dan Saikyo Line (keduanya jalur ekspres yang terhubung ke commuter line).

Hal ini tentu sangat membingungkan. Apalagi semua nama jalur ditulis menggunakan tanda penghubung! Anda pasti akan langsung kehilangan arah ketika pergi ke stasiun besar dan melihat ada 8, 12, atau lebih banyak jalur. Diagram di atas diharapkan dapat membantu Anda mengetahui jalur mana yang harus digunakan.

6. Kepadatan yang Tidak Terhindarkan!

Setiap tahun, pemerintah menerbitkan "tingkat kepadatan" untuk jalur-jalur kereta api utama. Tingkat kepadatan 100% menunjukkan perjalanan yang terbilang relatif nyaman. Meskipun sejumlah penumpang berdiri, masih terdapat ruang gerak yang cukup di dalam gerbong.

Walaupun kereta datang setiap 2,5 menit, tingkat kepadatan di Yamanote Line mencapai 158%. Terdengar mengerikan, bukan? Berdasarkan hal ini, Yamanote Line menjadi salah satu jalur paling padat di Tokyo (peringkat ke-32 dari 41).

Namun, di tahun 2014, tingkat kepadatan Yamanote Line menembus angka 199% karena kala itu Ueno-Tokyo Line belum dibangun. Alhasil, para penumpang dari tiga commuter line harus turun di Ueno dan pindah ke Yamanote Line untuk tiba di tujuan mereka. Untungnya, masa-masa horor tersebut sudah tidak lagi terjadi.

Pembangunan Ueno-Tokyo Line menelan biaya 40 milyar yen atau sekitar 354 juta dolar AS. Jadi, jika Anda terjebak di Yamanote Line pada jam-jam sibuk saat naik kereta dan berharap ada jalur lain, hal itu tidak akan terjadi.

7. Jalur Penting di Tokyo

"Stasiun berikutnya adalah Shinjuku. Pintu di sisi kiri akan terbuka. Silakan transit di sini untuk beralih ke Chuo Line, Shonan-Shinjuku Line, Saikyo Line, Odakyu Line, Keio Line, Marunouchi Subway Line, Shinjuku Subway Line, dan Oedo Subway Line."

Dengan banyaknya jalur yang berkumpul di satu tempat, tidak mengherankan jika Shinjuku membawa lebih banyak penumpang dibandingkan stasiun lainnya di dunia. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 3,64 juta orang per hari! Bagaimana ini bisa terjadi?

Awal abad ke-20 menjadi saksi persaingan antarperusahaan swasta yang membangun jalur untuk menjembatani kesenjangan antara daerah pinggiran kota yang berkembang pesat dengan pusat kota. Namun, jalur-jalur kereta api ini sering kali dihentikan pembangunannya ketika bertemu Yamanote Line yang sudah ada. Bukan tanpa sebab, membangun jalur kereta api di pusat kota sangatlah mahal, jadi mereka membiarkan penumpang transit di sini untuk menghemat anggaran dan mempermudah akses. Oleh karena alasan ini pula, kereta Odakyu, Keio, dan Seibu berakhir di Shinjuku. Hal serupa juga berlaku untuk kereta api lain yang berhenti di stasiun seperti Ikebukuro dan Shibuya.

Kemudian, setelah perang, pemerintah kota bergegas mengisi pusat kota dengan jalur-jalur kereta bawah tanah. Mereka bahkan merencanakan pembangunan banyak jalur yang melewati Shinjuku agar memungkinkan para penumpang untuk transit. Itulah mengapa ada banyak jalur dan penumpang yang melewati Shinjuku setiap hari.

Total ada 12 commuter line yang berhenti di berbagai stasiun di Yamanote Line, dan 13 jalur kereta bawah tanah juga terhubung ke sana.

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

8. Kereta Api Canggih

Saat bepergian dengan kereta di Yamanote Line, Anda mungkin akan menemukan diri Anda di dalam kereta E235, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015. Kereta ini sangat mengesankan dan berbeda dari kereta JR lainnya.

Pertama, kereta model E235 memiliki layar di atas kursi penumpang yang menampilkan pengumuman JR dan iklan (layar pada kereta model sebelumnya hanya dipasang di atas pintu, sedangkan poster iklan di atas kursi penumpang). Di salah satu sudut setiap kereta sekarang juga tersedia "ruang kosong" untuk menepikan kursi roda, kereta bayi, atau barang bawaan berat. Sistem kontrol pintu dan ventilasi pun telah ditingkatkan.

Berkat peran pentingnya, Yamanote Line mendapatkan teknologi yang paling mewah dan canggih daripada jalur lainnya. Model E235 baru tahun lalu digunakan di berbagai jalur kereta.

9. Selamat Tinggal Stasiun Harajuku Lama

Harajuku (kiblat budaya kawaii) dulu dikenal dengan bangunan stasiun tradisionalnya yang terbuat dari kayu. Selesai dibangun pada tahun 1924, gedung Stasiun Harajuku menjadi bangunan kayu tertua di Tokyo. Namun, karena tidak memenuhi standar keamanan kebakaran, gedung lama Stasiun Harajuku kemudian ditutup dan digantikan dengan gedung baru yang diresmikan pada bulan Maret 2020.

Bangunan ikonis ini sudah mulai dibongkar meski replika fasadnya tetap dipertahankan. Selain Stasiun Harajuku dan fasad bata merah Stasiun Tokyo yang terkenal, tidak banyak bangunan ikonis di kota metropolitan Tokyo.

10. Selamat Datang Tanakawa Gateaway

Pada bulan Maret 2020, Tanakawa Gateaway dibuka di utara Shinagawa. Stasiun baru pertama sejak 1971 ini dirancang oleh arsitek ternama Kuma Kengo (yang juga membangun Stadion Nasional dan Museum Suntory) dan menampilkan desain berbasis kaca yang sangat ramping, mezzanine terbuka yang menghadap ke peron, serta menerapkan teknologi baru seperi mini market otomatis tanpa awak.

Lalu, apa nama stasiunnya? Anda pasti penasaran. Ini "gateaway" untuk apa? Tidak ada nama Jepang ("gateaway" ditulis dalam huruf katakana untuk estetika), dan "gateaway" itu juga tidak jelas mengarah ke mana. Semua pertanyaan tersebut sempat menghebohkan jagat maya ketika Tanakawa Gateaway pertama kali muncul. Apalagi hasil pungutan suara yang dilakukan JR untuk menentukan nama stasiun menunjukkan bahwa "Takanawa" berada di posisi pertama, sedangkan "Tanakawa Gateaway" jauh di belakang.

Tanaka Gateaway mungkin tampak kelewat megah jika melihat betapa sulitnya akses dan tidak banyak yang bisa dilakukan di sana. Namun, proyek ini masih masuk akal bila Anda memikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang; JR merencanakan pembangunan besar-besaran di seluruh area Takanawa-Shinagawa selama satu dekade ke depan. Lahan yang sekarang kosong nantinya di tahun 2024 diisi oleh kompleks besar yang digambarkan pada foto di atas. Proyek Chuo Shinkansen akan menghubungkan Shinagawa ke Nagoya pada tahun 2027. Mungkin suatu hari nanti, kita bisa menginterpretasikan Tanakawa Gateaway sebagai "gerbang" ke masa depan!

11. Apakah Bisa Melakukan Perjalanan Langsung ke Bandara Haneda?

Bandara Haneda bertransformasi menjadi bandara internasional pada pergantian milenium dan telah mengalami renovasi dan perluasan. Namun, dari sana wisatawan hanya dapat menuju pusat kota dengan naik Tokyo Monorail (yang memerlukan transit berbelit-belit di Hamamatsucho) atau kereta di Keikyu Line (jalur kereta api swasta, JR PASS tidak berlaku).

Inefisiensi tersebut baru akan berakhir sekitar 10 tahun lagi. Saat ini, JR sedang membangun jalur kereta api langsung dari bandara. Meskipun tidak secara langsung terhubung ke Yamanote Line (masih beroperasi di rute melingkar), jalur baru yang diharapkan mulai beroperasi tahun 2029 nantinya bertemu dengan jalur ekspres yang berjalan di sampingnya, yaitu Shonan-Shinjuku di barat dan Ueno-Tokyo di timur.

Klook.com

12. Nyanyian Yamanote Line

 

Musik sudah melekat dengan kereta api Jepang sejak tahun 1900, ketika seorang penyair dan guru bernama Takeki Owada menulis 374 bait lagu tentang kereta api. Bait-bait tersebut mengisahkan perjalanan mengelilingi negeri dengan kereta dan menggambarkan pemandangan yang terlihat dari jendela. Volume pertama sepanjang 66 bait adalah yang paling populer. Lagunya menyebutkan nama-nama stasiun yang dilalui Tokaido Line, dari Shimbashi ke Kobe, dan dipadukan dengan melodi yang sekarang terkenal oleh Umewaka Ono, seorang musisi dan guru musik.

Satu abad kemudian, program anak-anak "Yugata Quintet" di NHK mengambil melodi yang sama dan menyanyikan 29 nama stasiun di Yamanote Line secara berurutan dan dua arah. Versi ini langsung menjadi hit dan tidak terpisahkan dari Yamanote Line hingga membekas di ingatan banyak orang. Bahkan, menciptakan mnemonic device (sistem/cara untuk mempermudah menghafal sesuatu, contoh: MeJiKuHiBiNiU). 

Saking populer, nyanyian Yamanote Line dijadikan drinking game di Jepang. Peraturannya, Anda harus menyanyikan (menyebutkan) semua nama stasiun dalam urutan yang tepat saat Anda mabuk!

13. Menggambar Yamanote Line

YamanoteYamanote adalah proyek yang diadakan oleh dua desainer grafis Swiss yang berbasis di Tokyo, Julien Mercier dan Julien Wulff. Mereka mendesain dua poster untuk setiap stasiun di Yamanote Line yang melukiskan semangat serta karakteristik masing-masing stasiun. Mersier dan Wulf juga mengadakan acara di dekat stasiun untuk memajang poster stasiun itu.

Desainnya menggabungkan motif yang terkait erat dengan setiap stasiun seperti menara lampu yang terletak di dekat Yoyogi, atau Bir Yebisu, pabrik yang berada tidak jauh dari Stasiun Ebisu. Shibuya, kawasan trendi dan individualistis, digambarkan dengan sepasang sepatu kets, sementara Ueno, yang terkenal dengan taman dan museumnya, diinterpretasikan dalam desain bunga.

Jika Anda ingin melihat wajah dan kepribadian semua kota di Tokyo, turunlah di setiap stasiun Yamanote Line. Semoga artikel ini dapat memberi Anda tambahan wawasan yang menjelaskan mengapa Yamanote Line begitu penting, dan juga memberi Anda gambaran tentang apa yang harus diperhatikan saat Anda berkunjung!

Jika Anda ingin memberikan komentar pada salah satu artikel kami, memiliki ide untuk pembahasan yang ingin Anda baca, atau memiliki pertanyaan mengenai Jepang, hubungi kami di Facebook!

Spesial Kanto

The information in this article is accurate at the time of publication.

About the author

Koji
Koji Shiromoto
  • Check out our writers’ top Japan travel ideas!

Cari Restoran