8 Seni Beli Diri Jepang Paling Terkenal Saat Ini

Seni bela diri Jepang sudah banyak dipraktikkan dan dicintai oleh orang-orang di seluruh dunia. Banyak di antaranya yang memiliki sejarah dari samurai dan mencakup berbagai aliran yang berbeda, mulai dari kendo hingga karate Okinawa. Pada artikel kali ini, kami mencoba menggali lebih dalam delapan seni bela diri Jepang paling terkenal. Baik Anda ingin serius berlatih seni bela diri Jepang atau hanya sekadar tertarik mempelajarinya, artikel ini akan memberi Anda wawasan tentang salah satu budaya Jepang yang paling menarik.

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

This post may contain affiliate links. If you buy through them, we may earn a commission at no additional cost to you.

Asal Mula Seni Bela Diri Jepang

Seni bela diri Jepang bermula dari peran samurai, kelas prajurit dalam masyarakat Jepang di abad pertengahan. Sebagai kelas elit dalam hierarki, samurai sangat terlatih untuk bertempur, dan harta benda mereka yang paling berharga adalah "katana" (pedang Jepang) tajam. Namun, dengan memegang pedang bukan berarti mereka langsung tahu bagaimana cara menggunakannya. Mereka harus melalui proses pelatihan yang sangat ketat untuk menguasai teknik pedang yang benar.

Filsafat yang diikuti oleh para samurai disebut "bushido" atau "jalan prajurit". Dengan menerapkan prinsip-prinsip bushido* ke dalam latihan dan kehidupan sehari-hari, mereka mampu mendisiplinkan diri dalam berbagai aspek. Meskipun pada akhirnya kelas samurai dihilangkan pada zaman Meiji (1868 - 1912), penghormatan terhadap kode moral tetap ada, dan hingga kini, ada banyak orang yang belajar seni bela diri untuk melatih tubuh dan pikiran mereka.

*7 prinsip bushido:
"Gi" (義) - Integritas
"Yu" (勇) - Keberanian
"Jin" (仁 ) - Kemurahan hati
"Rei" (礼) - Menghormati
"Makoto" (信) - Kejujuran
"Meiyo" (名誉) - Kehormatan
"Chugo" (忠義) - Kesetiaan

Pelatihan tempur menandai awal seni bela diri Jepang. Senjata palsu digunakan selama latihan untuk memastikan tidak ada yang cedera. Sementara itu, pertarungan tangan kosong dipraktikkan untuk mempelajari bagaimana cara bertarung tanpa senjata dan menggunakan tubuh lawan untuk berbalik melawannya.
"Do" dalam "bushido" adalah sufiks umum dalam bahasa Jepang yang secara harafiah diterjemahkan menjadi "cara" atau "jalan". Ini menyiratkan bahwa mempelajari seni bela diri membutuhkan disiplin mental dan fisik. Itulah mengapa banyak seni bela diri menyisipkan sufiks "do" di akhir namanya. "Do" juga bisa melambangkan "cara" bagaimana seni bela diri itu harus dilakukan - misalnya, judo (cara yang lembut) dan aikido (cara dari semangat harmonis). Tempat latihan bela diri disebut "dojo, yang secara terminologi terdiri dari dua huruf kanji Jepang "道" (do - jalan) dan "場" (Jo - tempat). Arti kata "jalan" pada huruf "do" di sini merujuk pada bela diri Jepang.

Seni bela diri Jepang modern sering digambarkan menggunakan dua istilah - budo (cara bela diri) dan bujutsu (teknik bela diri). Ada perbedaan halus di antara keduanya. Bujutsu berfokus pada bagaimana mengalahkan musuh, sedangkan budo didasarkan pada filosofi pengembangan diri.

Ada Berapa Jenis Seni Bela Diri Jepang?

Saat ini, ada lebih dari 180 seni bela diri di dunia. Meskipun alirannya berbeda antarnegara, banyak yang berasal dari negara-negara Asia, seperti Korea, Cina, dan Jepang. Terlebih lagi, sejumlah besar seni bela diri tidak hanya memiliki satu metode pengajaran atau aliran saja, tetapi dipecah menjadi beberapa aliran dan sekolah, yang masing-masingnya mempunyai ciri khas tersendiri. Karate, misalnya, memiliki empat aliran utama yang dipraktikkan di Jepang. Setiap sekolah memodifikasi metode pengajarannya berdasarkan filosofi mereka.

Istilah umum "seni bela diri" disebut "bugei" atau "budo" dalam bahasa Jepang. Praktisi bela diri sering menyebut diri mereka sendiri dengan nama bela diri yang mereka lakukan ditambah "ka", sebuah sufiks yang bila ditempatkan setelah kata benda menunjukkan pekerjaan seseorang. Misalnya, orang yang melakukan karate disebut "karateka", judo menjadi "judoka". Menguasai dan naik ke tingkat yang lebih tinggi dalam seni bela diri membutuhkan disiplin dan fokus selama bertahun-tahun.

Banyaknya sekolah dan aliran membuat seni bela diri di Jepang sangat beragam dan dapat diklasifikasikan lebih lanjut tergantung kepada siapa Anda belajar dan apakah menggunakan senjata atau tidak. Setiap seni bela diri memiliki karakteristik dan tekniknya sendiri. Semakin tinggi tingkatannya, semakin sulit juga untuk Anda kuasai. Menerapkan filosofi dari setiap seni bela diri dalam latihan akan sangat berbahaya. Oleh sebab itu, Anda tidak boleh sembarangan dan harus melalui tahap-tahap latihan yang sudah ditentukan. Sekarang, mari kita mengenal lebih lanjut delapan seni bela diri paling terkenal di Jepang.

Seni Beli Diri Jepang Berfokus pada Teknik Pertarungan Tangan Kosong

Beberapa seni bela diri yang paling terkenal tidak berfokus pada penggunaan senjata. Mungkin terkadang senjata digunakan dalam latihan, tetapi penekanan yang sebenarnya difokuskan pada berbagai aspek filosofis dan mengalahkan lawan dengan teknik kunci, pukulan, tendangan, atau lemparan.

Jujutsu: Seni Bela Diri Jepang Kuno

Jujutsu adalah seni bela diri kuno yang menekankan pertarungan tanpa senjata. "Ju" artinya lembut, dan "jutsu" berarti teknik. Alih-alih menggunakan kekuatan seseorang, jujutsu justru berpusat pada teknik memanipulasi kekuatan lawan.

Meskipun memiliki sejarah panjang yang asalnya tidak jelas, sering diajarkan dan diwariskan tanpa instruksi tertulis, jujustsu diresmikan menjadi sebuah seni bela diri pada zaman Edo (1603 - 1868) dan dicatat sedemikian rupa agar dapat dibagikan. Kala itu, jenis seni bela diri yang unik ini sangat berguna ketika posisi samurai berada terlalu dekat dengan lawan dan harus bergulat menggunakan jujutsu sebagai pengganti senjata mereka. Sama seperti berbagai seni bela diri modern seperti Judo dan aikido yang telah berkembang, jujutsu juga menggunakan tubuh lawan untuk melawan dirinya sendiri.

            

Judo: Keturunan Jujutsu Versi Modern

Pendiri judo adalah Jigoro Kanno, seorang pelopor seni bela diri dan pendidikan Jepang. Ia mengembangkan seni bela diri Jepang pada tahun 1882 dan membantu membuat sistem tingkatan dalam judo, yang mengikuti sistem "kyu" dan "dan". Berkat kerja kerasnya, judo menjadi seni bela diri Jepang pertama yang ditetapkan sebagai olahraga resmi Olimpiade tahun 1964. Kano juga memfasilitasi pengenalan judo dan kendo untuk masuk ke dalam sistem sekolah umum Jepang.

Terinspirasi oleh berbagai gerakan jujutsu, Kano menciptakan seni bela diri baru, yaitu judo, yang berarti "cara lembut". Judo mendasari konsep bahwa dengan memusatkan perhatian pada aspek spiritual seni bela diri, seseorang juga dapat meningkatkan bentuk fisiknya.

Saat ini, judo sudah menjadi salah satu bela diri populer di dunia dan banyak dipelajari. Judo berpusat pada bantingan dan penaklukan. Judoka diajari untuk menggunakan energi mereka dalam melakukan gerakan yang memungkinkan mereka menjepit lawannya ke tanah tanpa menyebabkan cedera. Teknik penting ini bahkan digunakan oleh departemen kepolisian Jepang sebagai bagian dari program pelatihan.

                     

Aikido: Seni Bela Diri yang Lembut

Aikido merupakan seni bela diri yang sangat spiritual. Jika diterjemahkan secara harafiah, namanya memiliki arti "jalan jiwa yang harmonis". Aikido diciptakan oleh seorang master dari beberapa jenis bela diri, Morihei Ueshiba, pada tahun 1920-an. Ueshiba ingin menggabungkan berbagai idelogi dan seni bela diri untuk menciptakan seni bela diri yang baru, damai, tetapi efektif.

Aikido didasarkan pada pemanfaatan energi lawan untuk menjatuhkan mereka. Fokusnya bukan untuk mengalahkan lawan, tetapi bersikap lembut agar mencapai keseimbangan serta harmoni yang saling menguntungkan, dengan memprioritaskan lemparan dan kuncian cepat. Jika dipraktikkan dengan benar, mereka yang telah mempelajari aikido dapat melakukan gerakan seni bela diri tanpa melukai diri sendiri dan lawannya.

Seperti judo, aikido pun menggunakan sistem tingkatan "kyu" dan "dan". Pada awalnya hanya terdapat dua jenis sabuk: putih (untuk tingkat "kyu") dan hitam (untuk tingkat "dan"), tetapi sekarang sudah ada banyak warna sabuk. Jumlah sabuk dan tingkatan dapat berbeda-beda tergantung dari sekolahnya.

Karate: Seni Bela Diri dari Okinawa yang Terkenal di Dunia

Karate lahir di Okinawa, prefektur paling selatan Jepang yang dulunya adalah Kerajaan Ryukyu. Seiring berjalannya waktu, karate menyebar ke seluruh Jepang dan dunia. Nama "karate" yang berarti "tangan kosong" benar-benar sesuai untuk merepresentasikan seni bela diri ini yang tidak berfokus pada penggunaan senjata.

Ada empat aliran utama dalam karate Jepang: Shito-ryu, Wado-ryu, Shotokan-ryu, dan Goto-ryu. Jika diterjemahkan secara harafiah, "Ryu" berarti "aliran", dan masing-masing dari keempat aliran ini memiliki sedikit perbedaan dalam hal kuda-kuda dan asal mula kekuatan gerakan. Kini, karate dipelajari oleh lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia dan terus mendapatkan popularitas. Karate ditetapkan sebagai cabang olahraga baru yang akan dipertandingkan di Olimpiade Musim Panas 2020, yang penyelenggaraannya ditunda hingga 2021. 

Karate menggunakan kombinasi serangan, pukulan, dan tendangan. Selain sebagai olahraga fisik, karate juga berakar pada filosofi. Seorang karateka tidak hanya dinilai gerakannya, tetapi juga kecepatan, keseimbangan, ritme gerakan, dan kejelasan teknik yang digunakan untuk mengekspresikan dirinya. Ketika pikiran dan tubuh berada dalam keseimbangan yang sempurna, karate bisa menjadi seni bela diri yang sangat mematikan.


Untuk menentukan tingkatan peserta pelatihan, karate meminjam sistem "kyu" dan "dan" pada judo. Sistem sabuk terintegrasi dengan sistem tingkatan ini sehingga peserta pelatihan akan memulainya dari sabuk putih di tingkat paling bawah dan berlanjut hingga ke tingkat tertinggi, yaitu sabuk hitam.

Sumo: Seni Bela Diri Tradisional Jepang

Sebagai seni bela diri paling kuno di Jepang, sumo diyakini memiliki sejarah lebih dari 1.500 tahun. Dengan asal-usul Shinto, sumo menjadi bentuk hiburan bagi para dewa pada masa Jepang kuno untuk mendoakan panen yang baik. Sejak saat itu, sumo kemudian berkembang menjadi salah satu bentuk hiburan bagi kaum bangsawan, dan tarian serta musik ditampilkan di festival sumo. Di abad pertengahan, sumo diajarkan untuk pelatihan tempur dan lambat laun tidak lagi digunakan sebagai hiburan. Ketika Jepang memasuki masa yang relatif damai, unsur hiburannya hidup kembali, dan berkembang menjadi olahraga nasional kesayangan orang Jepang seperti yang kita kenal saat ini. Beberapa tradisi kuno dalam sumo tetap dipertahankan seperti praktik Shinto yang melempar garam ke dalam ring untuk memurnikannya sebelum pegulat masuk.

Sumo adalah jenis olahraga gulat. Para pegulat akan saling mendorong dan menampar untuk menjatuhkan atau mengeluarkan lawan dari ring. Atlet profesional yang disebut "rikishi" memiliki status selebriti di Jepang. Mereka diharuskan menjalani gaya hidup yang ketat dan berlatih bersama di sumo-beya (tempat pelatihan sumo), serta makan makanan berprotein tinggi dan karbohidrat. Hidangan khusus yang dimakan para pegulat sumo disebut chanko-nabe, terdiri dari ikan, daging, dan sayur-sayuran. Jika berbicara tentang chanko-nabe, orang-orang pasti akan langsung teringat sumo.

Pertandingan sumo profesional hanya diadakan di Jepang, tetapi bukan berarti orang asing tidak bisa menjadi pegulat. Ada banyak rikishi asing yang menjadi bagian dari liga. Para pegulat dari Mongolia, Bulgaria, dan negara lain datang ke Jepang untuk menjadi pegulat sumo. Bahkan, rikishi asing juga terbukti cukup sukses di sana. Beberapa di antaranya menyabet gelar "yokozuna", tingkat tertinggi dalam sumo.

Sumo profesional merupakan olahraga khusus pria, dan wanita tidak diperbolehkan memasuki arena sumo. Namun, bagi wanita yang ingin mencobanya dengan tujuan rekreasi dapat mengunjungi klub sumo yang lebih kecil. Mayoritas atlet sumo sengaja menambah berat badan mereka sebagai bagian dari latihan karena tidak tersedia kelas angkat beban. Akan tetapi, pegulat yang berbadan lebih kecil tentu gerakannya lebih gesit dari pegulat berbadan besar. Jadi, mereka juga menggunakan hal itu untuk keuntungan mereka.

Sumo mempunyai sistem tingkatan yang kompleks dengan beberapa tingkatan berbeda. Pada gelar yang disandang pegulat terdapat tingkat "Timur" dan "Barat" yang menyertainya. Timur umumnya lebih tinggi dari Barat. Jika Anda tertarik dengan olahraga kuno ini, ada banyak cara untuk menikmati pertandingannya. Jadi, silakan memeriksanya!

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

Seni Bela Diri Jepang yang Menggunakan Senjata

Seni bela diri menggunakan senjata di Jepang berevolusi dari senjata yang digunakan dalam pertempuran pada zaman samurai. Kini, seni bela diri berbasis senjata dipraktikkan sebagai olahraga, dan senjata yang digunakan dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan latihan.

Klook.com

Kendo: Seni Bela Diri Pedang Samurai

Kendo berakar dari pedang yang secara tradisional digunakan oleh samurai. Oleh sebab itu diberi nama "kendo", yang berarti "jalan pedang". Seni bela diri ini berfokus pada penggunaan pedang bambu yang disebut "shinai", dan kendoka harus memakai keigo-gi (seragam berupa jubah yang juga dipakai oleh seni bela diri lain), hakama, dan bogu - alat pelindung yang terdiri dari helm (men), pelindung bada (do), pelindung tangan (kote), dan pelindung bagian pinggang ke bawah (tare) untuk menghindari cedera. Untuk mendapatkan poin saat pertandingan, atlet kendo harus menargetkan serangan ke salah satu area yang dilindungi (kepala, tenggorokan, batang tubuh, atau pergelangan tangan). Gerakan-gerakan cepat dan terarah inilah yang membuatnya menjadi sangat menarik!

Kendo bukan hanya olahraga fisik, tetapi juga mental. Kendoka atau kenshi (sebutan untuk orang yang berlatih kendo) harus menyeimbangkan fisik dan mental mereka, serta menggunakan teriakan yang disebut "kiai" saat melakukan serangan untuk membuktikan keseimbangan jiwa mereka. Ada cukup banyak aturan mengenai filosofi spiritual dan keseimbangan dalam kendo. Misalnya, saat melakukan serangan, kedua tangan harus bertumpu pada pedang, kaki harus seimbang (tidak boleh jatuh atau goyah), dan meneriakkan kiai dengan baik. Jika semua faktor tersebut tidak terpenuhi maka poin tidak akan diberikan.

Sebagai olahraga yang ketat dan disiplin, kendo menerapkan banyak aturan dalam setiap gerakan. Bahkan, setiap gerakan langkah kaki memiliki nama khusus. Tidak hanya ketika sedang berlatih atau bertanding, kendoka diharapkan membawa kedisiplinan dan etiket yang dipelajari saat menghadapi lawan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pemberian tingkatan, kendo menggunakan sistem kyu" dan "dan", yang semakin sulit diperoleh seiring kemajuan kendoka. Meskipun "dan" sudah merupakan tingkat tertinggi, itu masih diklasifikasikan lagi menjadi "dan 1", "dan 2", hingga "dan 8" (tingkat "dan" tertinggi). Sistem penilaian yang semakin sulit inilah yang membuat banyak kendoka memutuskan mengabdikan hidup mereka untuk berlatih.

Menjadi olahraga yang populer di Jepang, kendo tidak hanya memiliki dojo yang didedikasikan untuk seni bela diri, tetapi juga diajarkan di sekolah-sekolah sebagai sebuah klub.

                            

Naginata: Seni Bela Diri Tradisional Jepang yang Populer Di Kalangan Wanita

"Naginata", yang secara harafiah berarti "pedang untuk menumbangkan musuh" adalah nama seni bela diri sekaligus nama senjata yang digunakan oleh wanita di zaman Edo. Pertandingannya mirip seperti kendo, tetapi ada perbedaan dalam memegang naginata yang memungkinkan serangan ke tulang kering. Naginata berbentuk tongkat panjang yang dipasang pedang di bagian ujungnya. Tujuannya untuk melakukan serangan jarak jauh dalam posisi sulit seperti ketika menunggang kuda.

Meskipun awalnya digunakan oleh prajurit samurai dalam pertempuran, pengenalan senjata api pada tahun 1500-an membuat naginata tidak lagi disukai. Sejak saat itu, senjata ini hanya digunakan oleh putri keluarga prajurit sebagai senjata pertahanan diri atau dipajang untuk hiasan. Tentu saja, pria juga dapat mempelajari naginata, tetapi tradisi penggunaan naginata oleh wanita sudah ada sejak dulu. Itulah sebabnya orang yang mempelajari naginata utamanya adalah perempuan. Menggunakan naginata dalam latihan untuk secara efektif melawan musuh membutuhkan banyak keterampilan.

Pembelajar naginata berlatih untuk meningkatkan reaksi dan keseimbangan mereka. Mirip dengan kendo, kuda-kuda dan kiai adalah kunci dari seni bela diri ini. Senjata naginata digunakan untuk "menebas" lawan, dan teknik-teknik tertentu diubah serta dikembangkan oleh berbagai dojo yang mulai didirikan pada zaman Edo. Naginata juga menggunakan sistem "kyu" dan "dan" untuk memberikan tingkatan, dan tes yang dilakukan untuk mengukur tingkat individu peserta pelatihan bervariasi di setiap dojo.

                                         

Kyudo: Seni Bela Diri Panahan

Kyudo, panahan Jepang yang jika diterjemahkan berarti "cara memanah". Ini adalah seni bela diri yang membutuhkan kedewasaan dan kedisiplinan untuk menguasainya. Memiliki sejarah panjang yang bermula dari periode Yayoi (sekitar 300 SM - 300 M), kyudo menjadi bagian utama budaya samurai. Yoritomo no Minamoto, seorang shogun Jepang yang terkenal, menyatakan bahwa seorang samurai harus unggul dalam memanah sambil menunggang kuda (yabusame) untuk meningkatkan kedisiplinan spiritual, selain seni bela diri lain yang mereka pelajari. Panahan mampu melakukan serangan jarak jauh dan memungkinkan seseorang memberikan serangan meski sedang bergerak sehingga lawan sulit untuk segera membalas.

Namun, dengan diperkenalkannya senjata api di Jepang, panahan mulai jarang digunakan dalam pertempuran, tetapi masih sering dipraktikkan untuk melatih mental dan disiplin, ketangkasan, fokus, serta harmoni antara keduanya. Meskipun sekarang dipisahkan menjadi beberapa sekolah, Federasi Kyudo Jepang menetapkan "shin-zen-bi" (kebenaran-kebaikan-kecantikan) sebagai tujuan utama kyudo. Berdasarkan hal itu, pemanah harus melepaskan busur dengan niat baik dan tulus. Ketika "shin-zen-bi" diterapkan, seorang pemanah dapat menembakkan busurnya dengan indah. Pembelajar kyudo berlatih menggunakan sasaran yang diposisikan sejauh 28 meter dari jarak tembak.

Busur yang digunakan dalam latihan memanah itu sendiri sudah merupakan sebuah karya seni. Desain busur Jepang yang asimetris memungkinkan orang dengan bentuk fisik berbeda untuk bersaing secara adil. Demonstrasi panahan masih diadakan hingga saat ini, termasuk Yabusame yang diselenggarakan pada festival tertentu.

Kyudo menggunakan sistem "kyu" dan "dan". Ujian kyudo adalah acara yang sangat rumit, karena menjalankan banyak upacara, dan terkadang memakan waktu sampai delapan jam! Tidak heran jika ujian ini terkenal sulit untuk dilewati.

Klook.com

Sistem Tingkatan dalam Seni Bela Diri

Banyak orang yang mungkin berasumsi bahwa semua seni bela diri menggunakan sabuk dengan warna berbeda, dimulai dari warna putih yang terendah dan hitam untuk tingkat lanjutan. Sistem sabuk adalah cara umum untuk menentukan tingkatan dan mudah diterapkan. Namun, tidak semua seni bela diri menggunakannya. Beberapa seni bela diri seperti aikido bahkan dapat memiliki sistem yang berbeda tergantung pada sekolahnya.

Sebagian besar seni bela diri yang kami bahas di atas menggunakan sistem peringkat / tingkatan "kyu" (kelas) dan "dan" (tingkat). Tingkatan pemula disebut "kyu" dan sering diberikan dalam urutan mundur (Kyu 9 sampai 1). Setelah seorang pembelajar seni bela diri menguasai semua "kyu", ia dapat melanjutkan ke tingkat "dan". Tingkat "dan" adalah tingkat lanjutan yang diberikan dalam urutan maju (dan 1 sampai dan 8). Tergantung pada sekolah atau seni bela dirinya, tingkatan ini dapat ditampilkan dengan berbagai cara, seperti menggunakan sabuk berwarna, memberi garis tambahan, atau cara lainnya.

Wanita dalam Seni Bela Diri Jepang

Dalam sejarah Jepang, wanita memainkan peran penting dalam peperangan. Ada catatan tentang banyak pejuang wanita hebat (onna-bugeisha) yang melakukan latihan bela diri. Namun, peran mereka berubah seiring waktu, dan norma masyarakat mengharuskan mereka untuk tinggal di rumah. Meskipun begitu, para pejuang wanita terus menggunakan kemampuan bertempur mereka untuk melindungi rumah dan desa tempat tinggal mereka, terutama pada periode Sengoku (1467 - 1615)..

Kemudian, kaum pria dianggap mendominasi seni bela diri. Terbukti dari beberapa seni bela diri seperti sumo yang membatasi partisipasi wanita dalam latihannya. Namun, kini zaman sudah semakin maju dan berkembang, pembelajar wanita pun mulai banyak bersaing secara profesional di kancah nasional dan internasional dalam beberapa cabang seni bela diri Jepang seperti judo dan karate. Di sisi lain, Naginata dianggap sebagai seni bela diri yang didominasi oleh wanita. Akan tetapi, kembali lagi, bagi pembelajar seni bela diri saat ini, gender bukanlah suatu masalah. Begitu pula dengan sumo, pria dan wanita berlatih bersama. Bahkan, sekarang sudah banyak sekolah seni bela diri yang memiliki pelatih wanita. Namun, dalam kompetisi seni bela diri profesional, tentu saja pria dan wanita dipisahkan sesuai kelas pada gender mereka.

Seni Bela Diri Jepang: Tradisi Abadi

Seni bela diri telah memainkan peran penting di Jepang. Meskipun secara historis sebagian besar digunakan dalam peperangan, banyak di antaranya yang kini dipraktikkan dengan tujuan pendidikan, pertahanan diri, atau peningkatan diri. Banyak organisasi yang berupaya untuk menjunjung tradisi dan warisan seni bela diri tertentu, dan bahkan mempunyai cabang di seluruh dunia. Tidak sedikit pula sekolah yang memasukkan seni bela diri ke mata pelajaran mereka yang dipraktikkan dalam klub atau kegiatan ekstrakulikuler.

Para pembelajar berusaha keras untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang seni bela diri yang mereka pelajari dan fokus pada pengembangan diri, tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan spiritual seperti halnya samurai. Dedikasi untuk memperoleh kemajuan pikiran dan jiwa inilah yang membuat seni bela diri terus berlangsung selama berabad-abad, dan akan terus menarik pembelajar-pembelajar baru. Masih ada banyak kompetisi seni bela diri lainnya di Jepang yang juga tidak kalah menarik. Jadi, jika Anda punya kesempatan, silakan cari tahu dan mengapa tidak mempelajarinya juga?

Kredit gambar judul (searah jarum jam dari kiri atas): Dr. Gilad Fiskus / Shutterstock.com, DONGSEUN YANG / Shutterstock.com, Koki Yamada / Shutterstock.com, Josiah_S / Shutterstock.com

Jika Anda ingin memberikan komentar pada salah satu artikel kami, memiliki ide untuk pembahasan yang ingin Anda baca, atau memiliki pertanyaan mengenai Jepang, hubungi kami di FacebookTwitter, atau Instagram!

The information in this article is accurate at the time of publication.

About the author

Sneha
Sneha Nagesh
  • Check out our writers’ top Japan travel ideas!

Cari Restoran