10 Ritual Tradisional Jepang untuk Memberikan Setiap Anak Kehidupan yang Bahagia

Tidak ada orang tua di dunia yang tidak menginginkan kehidupan terbaik untuk anak-anak mereka. Sama seperti negara lain, Jepang, sebagai negara yang penuh dengan sejarah dan tradisi unik, telah menumbuhkan banyak ritual untuk merayakan kelahiran dan pertumbuhan bayi hingga ia menjadi dewasa dan mendapatkan kehidupan bahagia. Mari kita lihat bagaimana para orang tua di Jepang mempraktikkan ritual tradisional ini untuk menunjukkan cinta kasihnya kepada buah hati mereka.

Check out our writers’ top Japan travel ideas!

This post may contain affiliate links. If you buy through them, we may earn a commission at no additional cost to you.

1. OBI IWAI (Tradisi Perayaan OBI, sabuk untuk kimono)

"Hari anjing" pertama di bulan kelima kehamilan adalah hari untuk melakukan ritual yang disebut OBI IWAI. Ini adalah upacara mengikat sabuk katun di sekitar perut wanita hamil untuk melindungi bayi. Orang-orang biasanya pergi ke kuil untuk melakukan OBI IWAI dan berdoa memohon kelancaran persalinan serta kesehatan bayi. "Hari anjing" tersebut ditentukan berdasarkan kalender asli Jepang. Dinamai demikian karena anjing diketahui memiliki proses melahirkan yang mudah. Jadi, orang-orang Jepang pada zaman dulu mulai berdoa di hari itu untuk mendapatkan kemudahan selama persalinan. Hingga kini, upacara OBI terus dilakukan dan dianggap sebagai hadiah pertama yang bisa diberikan oleh seorang ibu kepada bayinya.

2. OSHICHIYA (malam ketujuh setelah kelahiran bayi)

Photo by Studio Loupe on Flickr

Malam ketujuh setelah kelahiran bayi adalah waktu untuk mengumumkan nama bayi secara resmi kepada keluarga. Biasanya sang ayah menuliskan nama bayi dan tanggal kelahirannya di selembar kertas putih menggunakan kaligrafi tradisional Jepang, dan menempelkan kertas itu di dinding. Keluarga juga akan merayakan makan malam bersama. OSHICHIYA adalah upacara pertama pada kehidupan bayi setelah lahir ke dunia.

3. OMIYAMAIRI (kunjungan pertama ke kuil)

Photo by wakanmuri on Flickr

Setelah satu bulan bayi hidup di dunia, pihak keluarga akan membawanya ke kuil setempat untuk menunjukkan bayi mereka kepada dewa-dewa. Bayi itu didandani dengan pakaian formal yang dihadiakan dari pihak keluarga ibu, dan sang nenek yang menggendongnya untuk pergi ke kuil. Kemudian, kuil memberikan doa-doa yang berisi harapan kebahagiaan dan kesehatan yang baik untuk bayi.

4. OKUIZOME (pertama kali menggigit makanan)

Anzai Keisuke/Flickr

Upacara okuizome dilakukan di hari ke-100 atau 120 setelah kelahiran. Hidangan tradisional Jepang lengkap disajikan untuk bayi. Orang tua akan membelikan satu set alat makan baru berwarna merah untuk bayi laki-laki atau warna hitam untuk bayi perempuan dan menggunakan alat makan tersebut setiap kali menyajikan makanan. Pada upacara tersebut, orang tua secara bergiliran memberi makan bayi, sambil berdoa agar ia dianugerahi banyak makanan di sepanjang hidupnya.

5. HATSU-ZEKKU untuk anak perempuan (hinamatsuri pertama)

Photo by ai3310X on Flickr

Bagi seorang perempuan, tanggal 3 Maret pertama dalam hidupnya disebut HATSU-ZEKKU (hinamatsuri pertama). Hinamatsuri dirayakan oleh semua anak perempuan di Jepang, dan hinamatsuri pertama akan sangat spesial bagi keluarga. Para orang tua mendekorasi boneka-boneka hina di rumah dan menikmati sajian sushi beraneka warna serta sake manis Jepang untuk berbagi kegembiraan karena memiliki bayi perempuan. Akar dari pelaksanaan tradisi ini berasal dari budaya aristokratis selama abad ke-8, dan boneka-boneka hina menunjukkan kehidupan yang elegan dari kaisar dan keluarga bangsawan pada masa itu.

6. HATSU-ZEKKU untuk anak laki-laki (perayaan pertama anak laki-laki)

Photo by tonygonz on Flickr

Tanggal 5 Mei pertama dalam kehidupan anak laki-laki juga sangat spesial bagi keluarga. Boneka-boneka samurai dan baju zirah didekorasi di dalam rumah, dan di luar mereka memasang koinobori (bendera berbentuk ikan koi) untuk menunjukkan bahwa ada anak laki-laki di keluarga mereka. Ada pula penganan manis khusus yang hanya ada pada musim ini setiap tahun untuk memohon agar anak laki-laki tersebut memiliki kehidupan yang sukses. Tradisi ini sudah dilakukan sejak abad ke-7.

7. ULANG TAHUN PERTAMA

Selain merayakan ulang tahun pertama dengan berpesta, makan mewah dan tiup lilin pada kue, beberapa orang tua di Jepang membiarkan bayi mereka berjalan sendiri sambil membawa 1.8kg mochi (mochi dianggap makanan sakral dalam Shintoisme) di punggungnya. Bayi itu tidak diharuskan untuk dapat berjalan membawa mochi, tetapi dengan mencoba melakukan hal tersebut, keluarga ingin memberikan kekuatan suci pada sang bayi.

8. SHICHI-GO-SAN untuk anak perempuan (perayaan usia 8, 5, dan 3 tahun)

Noeko Yamashita/Flickr

Pada usia tiga dan tujuh tahun, anak-anak perempuan merayakan Shichi-go-san. Mereka semua mengenakan kimono formal dan mengunjungi kuil bersama keluarga untuk melakukan doa khusus. Tradisi ini berasal dari ritual yang dilakukan pada abad ke-8, lalu menjadi populer di kalangan masyarakat umum di akhir abad ke-19. Ini adalah salah satu momen terbaik untuk mengambil foto kenang-kenangan keluarga. Anak-anak perempuan berpakaian dan didandani layaknya seorang putri.

9. SHICHI-GO-SAN untuk anak laki-laki (perayaan usia 5 dan 3 tahun)

Anak laki-laki merayakan Shichi-go-san pada usia 3 dan 5 tahun. Mereka juga mengenakan kimono formal seperti shogun atau samurai terhormat pada zaman Edo, dan pergi ke kuil bersama keluarga, persis yang dilakukan oleh anak-anak perempuan saat Shichi-go-san. Tentu saja mereka tidak dirias, tetapi sebagai gantinya anak laki-laki memegang pedang kecil yang menyerupai katana sungguhan. 

10. SEIJINSHIKI (perayaan hari kedewasaan)

Keiko Shih/Flickr

Di Jepang, seseorang akan dianggap sudah dewasa ketika mereka mencapai usia 20 tahun. Seijinshiki adalah hari perayaan besar bagi kaum muda berusia 20 tahun. Mereka semua mengenakan kimono formal dan menghadiri upacara seijinshiki di kota kelahiran mereka. Bagi kaum muda, ini merupakan permulaan untuk menjadi anggota masyarakat yang "sebenarnya". Mereka bisa berpartisipasi dalam pemilu, minum alkohol secara legal, dan memulai kewajiban sosial lainnya. Sementara bagi para orang tua, seijinshiki menjadi upacara terakhir yang dilakukan bersama-sama selain pernikahan. Mereka dapat merasa lebih lega dari tanggung jawab membesarkan anak-anak. Meskipun demikian, sebenarnya orang tua akan selalu menyayangi dan peduli terhadap anak-anak mereka sampai kapan pun meski sudah dewasa karena kasih orang tua sepanjang masa.

 

Upacara-upacara di atas diadakan tidak hanya untuk memohon kebahagiaan anak, tetapi juga sebagai pengingat akan tradisi dan warisan budaya Jepang, khususnya bagi generasi muda saat ini dan generasi mendatang.

The information in this article is accurate at the time of publication.

About the author

Yoririn
Yoririn
  • Check out our writers’ top Japan travel ideas!

Cari Restoran